Kamis, 18 November 2010

Menyakiti itu Meninggalkan Luka

Menyakiti itu Meninggalkan Luka

Sahabat, engkau pasti pernah mendengar atau membaca kisah ini. Kisah seorang lelaki yang berwatak buruk : suka marah dan menyakiti sahabatnya dengan kata-kata dan perbuatan. Ayahnya yang bijaksana memberinya sekantung penuh paku, dan menyuruh memaku satu batang paku di pagar pekarangan setiap kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.
Dan mulailah dia mempraktekkan nasihat ayahnya. Hari pertama dia memaku 37 batang di pagar. Pada minggu-minggu berikutnya dia belajar untuk menahan diri, dan jumlah paku yang dipakainya berkurang dari hari ke hari. Dia mendapatkan bahwa lebih gampang menahan diri daripada memaku di pagar. Akhirnya tiba hari ketika dia tidak perlu lagi memaku sebatang paku pun. Dengan gembira dikabarkannya kepada ayahnya.
Ayahnya, sekali lagi, menyuruhnya mencabut sebatang paku dari pagar setiap kali bila dia berhasil menahan diri. Hari-hari berlalu dan akhirnya tibalah saatnya dia bisa menyampaikan kepada ayahnya, bahwa semua paku sudah tercabut dari pagar. Sang ayah membawa anaknya ke pagar dan berkata,
“Anakku, kamu sudah baik, tetapi coba lihat betapa banyak lubang yang ada di pagar. Pagar ini tidak akan kembali seperti semula.Kalau kamu berselisih paham atau bertengkar dengan orang lain, hal itu selalu meninggalkan luka seperti pada pagar. Kau bisa menusukkan pisau di punggung orang dan mencabutnya kembali, tetapi akan meninggalkan luka. Tak peduli berapa kali kau meminta maaf atau menyesalinya, lukanya tinggal. Luka melalui ucapan sama perihnya seperti luka fisik.”
Sahabat, satu lagi kisah untukmu. Kisah seseorang yang berkunjung ke sebuah toko barang antik. Ketika berkeliling dan mengagumi setiap keindahan di dalamnya, tanpa sengaja dia menjatuhkan dan memecahkan sebuah gelas kristal. Pecah berantakan dan tidak mungkin kembali seperti semula.
Dia ~bisa jadi~ tidak sengaja melakukannya. Dia tentu saja tidak dapat berlalu begitu saja sambil berkata dengan seenaknya, “maaf, saya tidak sengaja menjatuhkannya”.
Hidup di mana persahabatan, perkawanan, pergaulan dan hubungan di dalamnya, boleh jadi memunculkan peristiwa semacam itu. Kita, atau seseorang, boleh jadi tidak pernah bermaksud menyakiti sahabatnya atau kawannya. Namun, boleh jadi, ada perkataan, perbuatan yang membuat sahabatnya sakit tanpa disadarinya. Itu tetap saja meninggalkan luka, yang seperti kisah di atas, meninggalkan bekas yang tidak hilang, sebagaimana lubang bekas paku di setiap pagar.
Suatu saat, kita harus menggantinya, seperti mengganti tiap pagar dengan pagar baru atau mengganti gelas kristal itu …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar